Perbandingan Lembaga Pemberantasan Korupsi di Negara Indonesia dan Negara Singapura Dengan Pendekatan Sistem
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Korupsi berasal
dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi merupakan fenomena sosial
yang hingga kini masih belum dapat diberantas oleh manusia secara maksimal. Pengertian korupsi berdasarkan
ketentuan Undang-Undang no 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (pasal 2
ayat 1), adalah “Setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang
lain, atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara”. Dalam hal tentang pengertian yang merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, maka secara implicit, maupun eskplisit, terkandung
pengertian tentang keuangan atau kekayaan milik ‘pemerintah’, atau ‘swasta’,
maupun ‘masyarakat’, baik secara keseluruhan maupun sebagian, sebagai unsur
pokok atau elemen yang tidak terpisahkan dari pengertian negara (state).
Korupsi dewasa
ini sudah semakin
berkembang baik dilihat
dari jenis, pelaku maupun dari modus operandinya. Masalah korupsi bukan hanya menjadi masalah nasional tetapi sudah menjadi internasional, bahkan dalam
bentuk dan ruang lingkup seperti sekarang ini, korupsi dapat menjatuhkan
sebuah rezim, dan bahkan juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu
negara.
Dampak
korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk, luas dan
akibat yang ditimbulkannya, walaupun
dampak akhirnya adalah menimbulkan
kesengsaraan rakyat. Di negara miskin korupsi mungkin menurunkan
pertumbuhan ekonomi, menghalangi
perkembangan ekonomi dan menggerogoti keabsahan politik yang
akibat selanjutnya dapat memperburuk kemiskinan dan
ketidakstabilan politik. Di negara maju korupsi mungkin tidak terlalu berpengaruh terhadap perekonomian negaranya,
tetapi juga korupsi dapat menggerogoti keabsahan politik di
negara demokrasi yang maju
industrinya, sebagaimana juga
terjadi di negara berkembang. Korupsi mempunyai pengaruh
yang paling menghancurkan di
negara-negara yang sedang mengalami transisi seperti Indonesia, apabila
tidak
dihentikan, korupsi dapat
menggerogoti dukungan terhadap
demokrasi dan sebuah
ekonomi pasar.
Tindak
pidana korupsi dapat terjadi bila terdapat kesempatan serta kekuasaan yang
dimiliki oleh seseorang yang memungkinkannya melakukan korupsi. Proses
penyebaran korupsi tersebut disebut dengan continous imitation
(peniruan korupsi berkelanjutan). Proses ini bisa terjadi tanpa disadari oleh
masyarakat. Dalam keluarga misalnya, seringkali orang tua tanpa sengaja telah
mengajarkan perilaku korupsi kepada anaknya. Meskipun sebenarnya orang tua
tidak bermaksud demikian, namun kita tidak boleh lupa bahwa anak adalah peniru
terbaik, mereka meniru apapun yang dilakukan oleh orang-orang dewasa
disekitarnya.
Masalah
korupsi di Indonesia masih tetap memprihatinkan. Brunei, Malaysia, Philipina
jauh lebih baik. Sementara Singapura sudah sejajar dengan negara-negara Barat
papan atas. Demikian data peringkat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2013 yang
dipublikasikan Transparency International (TI), sebuah lembaga independen yang
mengukur persepsi korupsi sektor publik, seperti dikutip pada detikcom, Rabu
(4/12/2013). Indonesia menempati ranking 114, berbagi posisi bersama Mesir
dengan nilai 32, alias stagnan atau sama dengan capaian tahun sebelumnya
(2012). Sebanyak 3 negara menduduki posisi 175 (nilai 8) yakni Afghanistan,
Korea Utara dan Somalia.
Di
banding negara-negara ASEAN lainnya, ranking Indonesia jauh di bawah
negara-negara berikut ini berturut-turut dengan ranking dan nilai (dalam
kurung): Singapura 5 (86), Brunei 38 (60), Malaysia 53 (50), Philipina 94 (36),
dan Thailand 102 (35), namun masih di atas Vietnam 116 (31), Laos 140 (26),
Myanmar 157 (21), dan Kambodia 160 (20), Singapura di ranking 5 (nilai 86)
sejajar dengan negara-negara Barat lainnya. Sepuluh besar peringkat negara
terbersih adalah Denmark (91), Selandia Baru (91), Finlandia (89), Swedia (89),
Norwegia (86), Singapura (86), Swiss (85), Belanda (83), Australia (81), Kanada
(81). Transparency International (TI) menyusun
peringkat tersebut terhadap 177 negara menurut nilai mulai dari 0 sampai 100,
di mana nilai 100 berarti suatu negara sepenuhnya bebas korupsi dan nilai 0
berarti negara tersebut sangat korup.
Meskipun
demikian, dari pemeringkatan ini tidak ada negara yang meraih nilai sempurna
100, sementara 60% dari negara-negara tersebut memperoleh nilai di bawah 50. Transparency
International (TI) menyatakan bahwa korupsi tetap merupakan ancaman global. IPK
2013 ini disusun sebagai pengingat bahwa penyalahgunaan kekuasaan, transaksi
rahasia dan penyuapan terus merusak masyarakat di seluruh dunia.
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana
peran dan fungsi lembaga pemberantas korupsi di negara Indonesia?
2. Bagaimana
peran dan fungsi lembaga pemberantas korupsi di negara Singapura?
3. Apa
perbedaan yang dimiliki oleh kedua lembaga pemberantas korupsi di negara-negara
tersebut?
4. Apa
saja faktor yang memengaruhi kinerja kedua lembaga pemberantas korupsi di
negara-negara tersebut?
1.3.
Pembatasan Masalah
Pembatasan
dari masalah yang diangkat penulis adalah penulis hanya akan membahas lembaga
ad hoc utama yang dimiliki Indonesia dan Singapura. Selain itu pembatasan hanya difokuskan pada pemberantasan
korupsi di sektor publik.
1.2.Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui peran dan fungsi lembaga
pemberantas korupsi di negara Indonesia
2.
Mengetahui peran dan fungsi lembaga
pemberantas korupsi di negara Singapura
3. Mengetahui
perbedaan di antara kedua lembaga pemberantas korupsi di negara-negara tersebut
4. Mengetahui
faktor yang memengaruhi kinerja kedua lembaga pemberantas korupsi di
negara-negara tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
1. INDONESIA
A. Gambaran Umum Indonesia
Indonesia merupakan
Negara kesatuan Republik yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang menduduki
jabatan Presiden secara berkala. Presiden sebagai pemimpin utama di negara
Indoensia mempunyai kewenangan dalam merumuskan, membuat, dan melaksanakan
kebijakan atau undang-undang.Negara Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau
memiliki penduduk 241 juta orang yang sebagian besar bermatapencaharian di
bidang agraris dan kelautan
Seperti yang kita
ketahui bahwa kasus korupsi di Indonesia sudah tidak terhitung banyaknya.
Dimulai dari perebutan kekuasaan dimasa kerajaan hingga zaman reformasi
sekarang ini. Tindak pidana korupsi yang terjadi memang mencap seorang pejabat
negara dan pengusaha sebagai pelakunya, sedangkan masyarakat adalah korbannya
karena pejabat negara dan pengusaha tersebut telah memakan uang rakyat yang
bukan haknya.
Namun, jika kita telusuri bahwa banyak
masyarakat yang melakukan tindak pidana korupsi kecil-kecilan. Walaupun memang
tindakan korupsi yang kecil, tetapi akan berdampak besar pada keadaan
selanjutnya.
B. Sejarah Pemberantasan Korupsi di
Indonesia
Pemberantasan
korupsi di Indonesia memiliki perjalanan yang pajang, sejak dibentuknya Lembaga
Pemberantasan Korupsi di Era Soekarno (PARAN
- Panitia Retooling Aparatur Negara) di awal tahun 1960-an hingga kini dengan
kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi. Banyak cerita kegagalan disamping
keberhasilannya. PARAN di tahap awal memiliki tugas mencatat kekayaan pejabat,
akan tetapi kandas ditengah jalan akibat perilaku birokrat yang sembunyi
dibalik presiden. Tahun 1963 PARAN diaktifkan kembali dengan Operasi Budhi yang
dipimpin AH Nasution dan Wirjono Prodjodikusumo misalnya berhasil menyelamatkan
uang negara sebesar 11 milyar rupiah. Sebuah jumlah yang tidak kecil di waktu
itu. Banyak kendala yang dialami lembaga pemberantasan korupsi di samping
lemahnya komitmen politik Indonesia. PARAN mengalami kegagalan karena
berlindung dibawah kekuasaan Presiden, sementara Operasi Budhi dibubarkan oleh
Presiden Soekarno karena mengganggu kewibawaan presiden. Sedangkan di era Soeharto
lembaga pemberantasan korupsi berrnama OPSTIB. Namun OPSTIB mengalami kegagalan
yang disebabkan oleh banyaknya campur tangan militer. Banyak kalangan militer
yang menduduki kursi “empuk” dalam pemerintahan.
Pada UU Nomor 28 Tahun
1999, yang dikeluarkan oleh BJ Habiebie, tentang Penyelenggaraan Negara yang
bersih dan bebas dari KKN berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru
seperti KPKPN, KPPU atau lembaga Ombudsman. Sedangkan di masa pemerintahan Gus
Dur, lembaga pemberantasan korupsi dibentuk dengan nama Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Badan ini dibentuk dengan Keppres
di masa Jaksa Agung Marzuki Darusman dan dipimpin Hakim Agung Andi Andojo.
Sayangnya di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari
anggota tim, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya
dibubarkan.
Kemudian di era
Megawati, lahir sebuah lembaga pemberantasan korupsi yang bernama Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi
(KPTPK) atau lebih sering disebut Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).
C. Lembaga Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (KPTPK) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK_ merupakan komisi yang dibentuk di Indonesia pada tahun 2003, atau
pada masa pemerintahan Megawati. Komisi ini dibentuk untuk mengatasi,
menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan pada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilengkapi
dengan berbagai tugas dan wewenang yang sangat luas dan kuat. Pada tahun 2002
Pemerintah dan DPR memberi tugas dan wewenang KPK luas sekali. Pada pasal 43 UU
No. 31 tahun 1999 menyebutkan bahwa tugas dan wewenang KPK adalah melakukan
koordinasi dan supervise, termasuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, dan
penuntutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Hal tersebut
dapat menggambarkan bahwa selama ini pemberantasan korupsi memang dirasakan
kurang efektif dan memiliki dampak yang cukup signifikan. Oleh karena itu
kehadiran KPK amat dibutuhkan.
Tugas KPK secara rinci dicantumkan dalam
pasal 6 No. 30/2002, yaitu:
a. Koordinasi
dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
b. Supervise
terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
c. Melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
d. Melakukan
tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
e. Melakukan
monitor terhadap penyelenggaraan pmerintah.
Sedangkan wewenang yang
diberikan kepada KPK adalah:
a. Dalam
melaksanakan tugas suvervisi, KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian
atau penelaahan terhadap instansi yang melaksanakan tugas dan wewenangnya yang
berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam
melaksanakan pelayanan public.
b. Dalam
melaksanakan wewenang tersebut maka KPK juga berwenng mengambil alih penyidikan
atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan
oleh kepolisian atau kejaksaan.
c. Dalam
hal KPK mengambil alih penyidikan dan penuntunan, kepolisisn atau kejaksaan
wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan
dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 hari kerja, terhitung
sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.
d. Penyerahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat dan menandatangani
berita acara penyerahjan sehingga segala tugas dan kewenangan dan kepolisian
atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi.
D. Hubungan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dengan Pemerintah
Walaupun Komisi
Pemberantasan Korupsi di Indonesia bersifat independent,
tetapi bukan berarti tidak ada campur tangan pemerintah dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya. Campur tangan pemerintah tersebut adalah mengawasi berjalannya
segala aktifitas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Peran pemerintah bisa
kita lihat dalam kasus perseteruan antara KPK dan kepolisisan yang terjadi. KPK
dan kepolisian merupakan lembaga yang mempunyai tugas dan wewenang
masing-masing yang sudah tercantum dalam Undang-Undang. Walaupun memang KPK dan
kepolisisan berjalan dalam koridor masing-masing, tetapi, masyarakat tentu saja
mencium adanya perseteruan dari kedua lembaga tersebut. Mereka sibuk untuk
menjatuhkan nama baik satu sama lain dan saling menunjukan siapa yang paling
berkuasa. Sehingga kepentingan negara jadi dinomorduakan. Oleh karena itu,
perlu adanya peran pemerintah sebagai penegak dalam masalah tersebut sehingga
perselisihan yang dianggap saling menjatuhkan lembaga bisa terselesaikan dengan
kekuasaan pemerintah tersebut.
E. Struktur Organisasi
(Berdasar Lampiran Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi
No. PER-08/XII/2008 Tanggal 30 Desember 2008
Tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK )
Sumber: www.kpk.go.id
|
F.
Mekanisme
Kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Kehadiran
Lembaga pemberntasan korupsi di Indonesia sangatlah dibutuhkan untuk Mengusut
kasus-kasus korupsi yang sudah menjadi darah daging bangsa ini. Dengan
kasus-kasus korupsi yang telah berhasil
diungkap, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mendapat kepercayaan yang
tinggi dari masyarakat untuk menangani masalah tindak pidana korupsi. Sebagai
lembaga independen, lembaga yang jauh dari intervensi pihak manapun, KPK harus
bertahan dari tekanan-tekanan manapun. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pemberantasan korupsi di Indonesia, salah satunya ialah kelebihan
KPK yang dimiliki.
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau yang dikenal dengan KPK melegitimasi
organ yang satu ini sebagai “super body“ full polisinil dan full
prosecuting. Undang-undang ini memberi kewenangan kepada KPK untuk
melakukan tugas-tugas kepolisian pada umumnya. Penyelidikan, penyidikan bahkan
penuntutan. Penangkapan, penahanan, menyita, telah melekat sebagai tugas utama
untuk organ yang satu ini. Tugas-tugas intelejen pun dimilikinya, bagaikan
tugas operasi intelejen di medan “pertempuran“ layaknya pasukan green beret
di negeri Paman Sam.
Di dalam pasal 12 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 huruf
(a) yang berbunyi dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan sebagaimana dalam pasal 6 huruf (c) komisi pemberantasan
korupsi berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. Pasal ini
merupakan kunci segala-galanya bagi KPK untuk melakukan
tugas “intelejen“.
Payung hukum dalam pasal ini sudah cukup bagi KPK untuk
melakukan pendeteksian orang secara cepat. Sehingga KPK dapat mengetahui dan
melacak serta merekam pembicaraan seseorang yang dikategorikan sebagai bukti
permulaan. KPK dengan alat bantu teknologi dibenarkan oleh pasal
ini untuk melakukan pelacakan atas deal- deal yang berbau korupsi
di negeri ini.
2.
SINGAPURA
A.
Gambaran
Umum Singapura
Singapura adalah
sebuah negara kota dengan luas wilayah 239 mil persegi. Singapura terletak di wilayah Asia Tenggara tepatnya di
penghujung Semenanjung Malaysia,
berbatasan dengan Johor (Malaysia) dan Kepulauan Riau (Indonesia). Republik
Singapura terletak 137 kilometer dari khatulistiwa. Jumlah
penduduk Singapura pada tahun 2013 ialah sekitar 532.000 Juta jiwa.
B.
Sejarah Pemberantasan Korupsi di Singapura
Singapura memiliki
sebuah pasar ekonomi yang maju dan terbuka, dengan PDB per kapita kelima
tertinggi di dunia. Bidang ekspor,
perindustrian dan jasa merupakan hal yang penting dalam ekonomi Singapura.
Untuk mendukung kesuksesan Singapura dalam bidang ekonomi, juga dibutuhkan
adanya suatu sistem pemberantasan korupsi yang baik.
Korupsi merupakan sebuah penyakit yang ada di
hampir seluruh pemerintahan di dunia. Korupsi harus diberantas agar
sebuah negara dapat membentuk pemerintahan yang bersih dan efektif. Salah satu
negara yang dapat dikatakan berhasil memberantas korupsi adalah Singapura. Menurut sebuah survey yang dilakukan oleh
sebuah perusahaan konsultan yang bermarkas di Hongkong, Political and Economic
Risk Consultancy (PERC), Singapura menduduki peringkat kelima dunia negara
terbersih dari korupsi. Peringkat yang didapat oleh Singapura ini tidak
terlepas dari keberhasilan pemberantasan korupsi.
Pemberantasan
korupsi di Singapura sendiri memiliki sejarah yang panjang. Pemberantasan
korupsi di Singapura berawal dari kegagalan Bagian Antikorupsi Kepolisian
Singapura. Apalagi, setelah seorang pejabat senior kepolisian ditangkap sebab
menerima suap dari pedagang opium. CPIB yang semula menjadi bagian kepolisian
pun dijadikan lembaga mandiri. Gerakan-gerakan pemberantasan korupsi ini
kemudian menguat begitu People's Action Party di bawah pimpinan Lee
Kwan Yew yang berkuasa pada tahun 1959. Lee Kwan Yew memproklamirkan 'perang
terhadap korupsi'. Beliau menegaskan: 'no one, not even top government
officials are immuned from investigation and punishment for corruption'.
'Tidak seorang pun, meskipun pejabat tinggi negara yang kebal dari penyelidikan
dan hukuman dari tindak korupsi'. Tekad
Lee Kwan Yew ini didukung dengan disahkannya Undang-Undang Pencegahan Korupsi (The
Prevention of Corruption Act/ PCA) yang diperbaharui pada tahun 1989
dengan nama The Corruption (Confiscation of Benefit) Act. Tindak
lanjut dari undang-undang ini adalah dibentuknya lembaga antikorupsi yang
independen di negara tersebut, yang diberi nama 'The Corrupt Practices
Investigation Bureau (CPIB).
C.
Lembaga
Pemberantasan Korupsi
CPIB didirikan pada
tahun 1952 sebagai sebuah organisasi yang terpisah dari polisi, bertugas untuk
menginvestigasi seluruh kasus korupsi sebagai sebuah lembaga yang independen.
Lembaga ini beranggotakan investigator sipil dan anggota polisi senior. CPIB bergerak
berdasarkan Prevention of Corruption Act (PCA). Undang-undang ini memberi kekuasaan pada CPIB untuk
menginvestigasi dan menangkap para koruptor. Lembaga inilah yang bertugas
melakukan pemberantasan korupsi di Singapura. Kepada lembaga ini diberikan
wewenang untuk menggunakan semua otoritas dalam memberantas korupsi. Namun, bukan
berarti Kepolisian Singapura, sebagai penegak hukum di Singapura, kehilangan
kewenangan untuk menyelidiki dan menyidik kasus korupsi. Mereka tetap memiliki
kewenangan itu. Namun, setiap kali penyelidikan dan penyidikan itu mengarah
pada korupsi, Kepolisian Singapura menyerahkannya pada CPIB. Bahkan, untuk
pemeriksaan internal anggota polisi, jika terindikasi korupsi, akan diserahkan
ke CPIB pula. CPIB sebagai organisasi pemerintah juga melakukan kegiatannya di
sektor privat. Biro ini diketuai oleh seorang direktur yang bertanggung jawab
langsung pada perdana mentri. CPIB bertugas untuk :
- Menjaga
intergritas dari public service dan
memastikan ada nya transaksi yang bebas korupsi di sektor publik. Biro ini juga
memastikan tidak adanya mal praktek yang dilakukan aparat publik dan apabila
terjadi mal praktek, biro ini harus melaporkannya pada departemen pemerintah
yang bersangkutan dan kepada masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai aksi
mendisiplinkan aparat. Walaupun tugas utama dari biro ini adalah melakukkan investigasi
korupsi, biro ini juga melakukan investigasi terhadap hal lain yang sejenis
dengan korupsi berdasarkan undang-undang.
- Melakukan
pencegahan korupsi dengan menganalisa cara kerja dan prosedur dari
lembaga-lembaga publik untuk mengidentifikasi kelemahan administrasi yang ada
di lembaga tersebut yang dapat menimbulkan peluang melakukan korupsi dan mal
praktek kemudian melaporkan hal tersebut kepada kepala lembaga badan yang
bersangkutan sehingga sistem dapat diperbaiki dan pencegahan korupsi dapat dilakukan.
D.
Hubungan
The Corrupt Practices Investigation
Bureau (CPIB) dengan Pemerintah
Meskipun
CPIB dikatakan sebagai suatu organisasi yang bebas, namun bukan berarti tidak
ada campur tangan pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya. Salah satu bentuk campur
tangan yang dilakukan oleh pemerintah adalah dalam hal kepemimpinan CPIB.
Berdasarkan PCA, presiden memiliki wewenang untuk menunjuk direktur atau
pemimpin tertinggi dari CPIB. Selain itu presiden juga berhak menunjuk deputi
direktur serta asisten direktur dan investigator istimewa yang menurut presiden
layak untuk menempati jabatan tersebut.
Yang
harus digaris bawahi adalah walaupun presiden memiliki kewenangan untuk
menunjuk orang-orang yang nantinya akan menduduki jabatan penting di CPIB namun
presiden tidak mempunyai hak untuk ikut campur dalam hal pemberantasan korupsi.
Dalam hal pemberantasan korupsi, tidak ada seorang atau satu badanpun yang
berhak mengendalikan biro ini. Kendali
presiden hanya terbatas pada penunjukan orang-orang yang menempati jabatan di
yang telah disebutkan di atas. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga CPIB agar
tetap dapat berjalan searah dengan pemerintah.
Investigator
yang ditunjuk oleh presiden ini memiliki “sertifikat penunjukan” atau semacam
kartu garansi yang digunakan oleh penegak hukum lokal untuk melakukan tugasnya.
Kartu garansi ini berupa kekuasaan untuk melakukan investigasi berupa:
-
Kekuasaan untuk menahan seseorang yang
dicurigai sebagai koruptor tanpa membawa surat perintah penahanan (berdasarkan
pasal 15 PCA)
-
Kekuasaan
melakukan penyidikan (berdasarkan pasal 17 PCA)
-
Kekuasaan
untuk mencari, yaitu kekuasaan untuk memasuki segala tempat dengan kekerasan
apabila dibutuhkan untuk mencari tersangka pelaku korupsi
E.
Struktur
Organisasi The Corrupt Practices
Investigation Bureau (CPIB)
Sumber: http://app.cpib.gov.sg/
|
F.
Mekanisme
Kerja The Corrupt Practices Investigation
Bureau (CPIB)
Selain
adanya struktur yang baik, keberhasilan pemberantasan korupsi di Singapura juga
didukung oleh beberapa faktor berikut:
- Adanya political will yang tinggi dari
pemerintah Singapura untuk memberantas korupsi
Political will ini terutama ditunjukkan oleh Lee Kuan
Yew, Perdana Mentri Singapura melalui
pidatonya yang terkenal pada tahun 1979 dan Minister for Home Affairs, Ong Pang
Boon sebagaimana yang dikatakannya di depan Legislative Assembly. Political
will yang besar ini kemudian ditunjukkan melalui pembentukan CPIB.
- Kuatnya hukum terutama peraturan
mengenai anti korupsi
- memberi kekuasaan pada para
prosecutor public untuk mendapatkan informasi dari berbagai pihak
- memberi pengertian pada masyarakat
mengenai tugas dan fungsi CPIB sehingga masyarakat dapat memberi dukungan
terhadap tugas dan fungsi dari lembaga ini
- Adanya
hukuman yang berat bagi para koruptor
Seseorang yang terbukti melakukan korupsi dapat dikenai
hukuman hingga $100,000 atau hukuman penjara selama 5 tahun. Apabila koruptor
tersebut berasal dari sektor publik yang artinya ia akan merugikan Negara
dengan korupsinya maka hukuman bisa dinaikkan hingga 7 tahun
- Adanya pendidikan anti-korupsi
Pemerintah
Singapura menyadari bahwa sikap anti-korupsi harus ditanamkan semenjak dini.
Oleh sebab itu CPIB sebagai lembaga pemberantas korupsi melakukan Learning Journey Briefing bagi
siswa-siswi sekolah menengah pertama di Singapura.
- Adanya analisis mengenai metode
kerja
Sebagaimana
telah disampaikan di atas, CPIB memiliki wewenang untuk menganalisis metode
kerja dan prosedur suatu lemabaga untuk meminimalkan tingkat korupsi.
- Adanya deklarasi asset dan
investasi
Setiap
aparat publik harus memberitahukan, saat dia diangkat dan setiap tahunnya,
mengenai daftar kekayaan dan investasi yang dimilikinya termasuk jumlah
tanggungan yang dimilikinya. Nantinya apabila aparat tersebut mendapatkan
kekayaan lebih dari yag seharusnya bisa
didapat dari gaji yang diterimanya maka dia akan dintanyai mengenai bagaimana
cara ia mendapatkan kekayaannya tersebut.
- Larangan menerima hadiah
Aparat publik tidak diperbolehkan
untuk menerima segala bentuk hadiah dalam bentuk uang ataupun bentuk lainnya
dari orang yang memiliki kepentingan terhadap pekerjaan aparat tersebut karena
dikhawatirkan akan terjadi penyuapan. Menurut PCA, segala sesuatu yang dimaksud dengan penyuapan adalah:
-
Uang
atau hadiah, pinjaman, bayaran, penghargaan, jabatan, barang berharga, barang
atau bunga dari suatu barang dengan berbagai definisi yang dapat dipindahkan
ataupun tidak dapat dipindahkan
-
Kantor,
jabatan atau perjanjian kerja
-
Pembayaran,
pembebasan hutang, likuidasi hutang, obligasi atau pinjaman apapun baik seluruh
ataupun sebagian
-
Jasa-jasa
lainnya, keuntungan dengan berbagai definisi, termasuk perlindungan dari
berbagai hukuman yang menggunakan kekuasaan ofisial
-
Berbagai
aksi atau gratifikasi yang terkait dengan berbagai hal yang telah disebutkan
sebelumnya
-
Adanya
dukungan yang kuat dari seluruh lapisan masyarakat. Mereka menyuarakan
pemberantasan korupsi secara berkesinambungan, mendorong pemerintah untuk
membangun negara yang bersih dari segala macam bentuk penyelewengan uang
negara. Masyarakat berpartisipasi mengamati dan melaporkan jika ada indikasi
penyelewengan yang dilakukan oleh para pejabat negara.
Kesimpulan
Perbandingan lembaga
pemberantasan korupsi di Negara Indonesia dan Negara Singapura dengan
pendekatan sistem. Setiap lembaga
pemberantasan korupsi bagi di Negara Indonesia dan Negara Singapura mempunyai
sistem masing-masing untuk mendukung tugas, pokok dan fungsi lembaga
pemberantasan korupsi tersebut. Lembaga pemberantasan korupsi di Negara
Indonesia didirikan berdasarkan
pada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, mempunyai struktur organisasi yang banyak di bandingkan Negara singapura
dan sifat lembaga pemberantasan korupsi bersifat independen, , tetapi bukan
berarti tidak ada campur tangan pemerintah dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya. Campur tangan pemerintah tersebut adalah mengawasi berjalannya
segala aktifitas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sedangkan lembga
pemberantasan korupsi di Negara Singapura di dirikan sebagai sebuah organisasi
yang terpisah dari polisi, bertugas untuk menginvestigasi seluruh kasus korupsi
sebagai sebuah lembaga yang independen. Meskipun CPIB dikatakan sebagai suatu
organisasi yang bebas, namun bukan berarti tidak ada campur tangan pemerintah
dalam menjalankan aktivitasnya. Salah satu bentuk campur tangan yang dilakukan
oleh pemerintah adalah dalam hal kepemimpinan CPIB. Jadi setiap lembaga negara
yang bersifat independen maupun tidak independen mempunyai pendekatan sistem
masing-masing yang sesuai dengan lembaga negara yang bergerak sesuai tugas,
pokok dan fungsi, sehingga sistem yang dibuat dan digunakan dapat mendukung
berjalannya lembaga tersebut sesuai kewajiban yang telah di tentukan.
Daftar
Pustaka
7. http://maulanusantara.wordpress.com/2009/12/09/sejarah-korupsi-di-indonesia/
sangat membantu, terima kasih :)
BalasHapus